Dunia sedang menghadapi krisis tersembunyi berupa kelaparan global. Selama beberapa dekade terakhir, jumlah orang yang kelaparan telah meningkat lebih dari 50%. Dan itu hanya memperburuk. 345 juta orang yang sangat lapar berbaris menuju ambang kelaparan. Tidak hanya itu, rendahnya produktivitas hasil pertanian dan peternakan masih bermasalah di negara berkembang. Terutama negara - negara yang menjadikan pertanian dan peternakan sebagai kunci perekonomian. Hal ini tentunya berbanding terbalik dengan keperluan protein penduduk yang semakin hari semakin banyak.
Di dalam waktu yang bersamaan, perubahan iklim yang cepat juga membawa dampak buruk bagi pertanian dan peternakan. Di Indonesia, hal ini dapat dirasakan dari perubahan suhu dan curah hujan harian secara drastis. Lalu, bagaimana kita dapat mengatasi masalah ini dengan beberapa langkah sederhana? Digitalisasi pertanian dan peternakan adalah jawabannya.
(Data BKMG per Juni 2022)
Digitalisasi adalah proses mengubah sesuatu menjadikan digital. Proses ini banyak dilakukan dengan mengambil data analog dan mengubahnya ke dalam data digital.
Di bidang pertanian, digitalisasi berarti menggunakan teknologi untuk mengumpulkan data dari lapangan. Data ini dapat menjadikan wawasan berharga bagi petani dan agribisnis untuk membuat keputusan yang lebih baik tentang tanaman dan ternak mereka.
Teknologi yang digunakan untuk mendigitalkan pertanian dan peternakan dapat meningkatkan kehidupan petani dan hewannya, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedesaan. Meskipun pertanian dan peternakan sering dianggap tradisional, kegiatan tatap muka, teknologi telah memungkinkan untuk melakukan kegiatan ini secara virtual dan memiliki akses ke informasi yang sama. Lalu, inilah yang perlu kita lakukan untuk sampai ke proses digitalisasi pertanian dan peternakan.
Minimnya ekosistem bisnis dan rantai pasok yang terintegrasi menjadi ke satu akarnya
penyebab limbah yang dihasilkan dari produksi pertanian dan peternakan. Arus informasi yang tidak transparan menghambat pengiriman produk ke produk ke tempat yang tepat pada waktu yang tepat.
Pemanfaatan aplikasi smart phone saat ini sangat memungkinkan petani untuk mendistribusikan produknya secara transparan. Mereka bisa menjual hasil tani dan ternaknya secara langsung kepada konsumen. Sederhananya, mereka bisa mengambil gambar hasil produksinya lalu, mengunggah ke aplikasi penjualan pertanian dan peternakan online. Ada beberapa tips yang bisa Anda lakukan apabila ingin berjualan online dengan aplikasi atau marketplace:
Ambil gambar yang jelas dengan pencahayaan yang cukup. Hal ini dilakukan agar gambar lebih bagus dan terlihat menarik.
Cobalah untuk mempromosikannya juga di media sosial.
Terus perbarui stok barang yang tersedia di aplikasi supaya calon pelanggan bisa tahu jumlah barang yang dapat mereka beli.
Petani dari semua kalangan, terutama menengah ke bawah dapat diberikan wawasan alat pertanian dan peternakan modern. Ada tiga jenis komunitas utama yang dapat memperkenalkan alat pertanian modern kepada petani: penyuluh pertanian, universitas pertanian, dan LSM lokal atau internasional.
Penyuluh pertanian dapat memberikan informasi alat pertanian modern kepada petani di masyarakat. Mereka biasanya dipekerjakan oleh pemerintah dan memiliki banyak pengalaman dengan teknologi baru.
Universitas pertanian memiliki program yang mengajarkan siswa tentang alat pertanian modern. Mereka juga memiliki akses ke teknologi baru sebelum dirilis untuk dijual ke pasar.
LSM lokal atau internasional juga dapat membantu ketika memperkenalkan alat pertanian baru kepada petani di komunitas mereka karena mereka sering bekerja dengan komunitas pedesaan yang tidak terhubung dengan komunitas perkotaan.
Pertanian dan peternakan cerdas bertujuan untuk mencapai lebih produktif, efisien, dan berkelanjutan berdasarkan penggunaan yang efektif teknologi digital.
Perangkat digital melakukan pemantauan ternak dan panen, memungkinkan informasi real-time untuk meningkatkan kesehatan atau reproduksi hewan dan tanaman.
Memberikan transparansi pendistribusian untuk petani.
Indonesia memiliki hamparan tanah yang tersebar dari dari Pulau Sumatra sampai Papua. Setiap pulau memiliki komoditi hasil tani dan ternak yang berbeda. Di tahun 2021 saja, total lahan kelapa sawit di Indonesia bisa mencapai 14,663,60 ribu hektar, karet 3,776,30 ribu hektar, dan kelapa 3,374,60. Ditambah jumlah perusahaan peternakan unggas yang setiap bulannya mampu menghasilkan telur, daging, dan lainnya. Melihat data yang tertera, teknologi mampu mengoptimalkan output pertanian dan peternakan yang sudah ada.